
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
««•»»
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu idzaa qumtum ilaa alshshalaati faighsiluu wujuuhakum wa-aydiyakum ilaa almaraafiqi waimsahuu biruuusikum wa-arjulakum ilaa alka'bayni wa-in kuntum junuban faiththhahharuu wa-in kuntum mardaa aw 'alaa safarin aw jaa-a ahadun minkum mina alghaa-ithi aw laamastumu alnnisaa-a falam tajiduu maa-an fatayammamuu sha'iidan thayyiban faimsahuu biwujuuhikum wa-aydiikum minhu maa yuriidu allaahu liyaj'ala 'alaykum min harajin walaakin yuriidu liyuthahhirakum waliyutimma ni'matahu 'alaykum la'allakum tasykuruuna
««•»»
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit {403} atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh {404} perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
{403} Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
{404} Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.
««•»»{404} Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.
O you who have faith! When you stand up for prayer, wash your faces and your hands up to the elbows, and wipe a part of your heads and your feet, up to the ankles. If you are junub, purify yourselves. But if you are sick, or on a journey, or any of you has come from the toilet, or you have touched women, and you cannot find water, then make tayammum with clean ground and wipe a part of your faces and your hands with it. Allah does not desire to put you to hardship, but He desires to purify you, and to complete His blessing upon you so that you may give thanks.
««•»»
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang isinya antara lain: bahwa dalam suatu perjalanan, kalung Aisyah yang hilang di tempat yang bernama: Baida, sehingga terpaksa rombongan Nabi bermalam di tempat itu. Pada waktu subuh Rasulullah bangun lalu mencari air untuk berwudu tetapi beliau tidak mendapat air, maka turunlah ayat ini. Allah swt. menerangkan cara-cara berwudu. Rukun wuda ada enam: empat rukun dari padanya disebutkan dalam ayat ini, sedang dua rukun lagi diambil dari dalil lain. Empat macam itu ialah:
- Membasuh muka, yaitu mulai dari rambut sebelah muka atau dahi sampai dengan dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.
- Membasuh dua tangan dengan air bersih mulai dari ujung jari sampai dengan dua siku.
- Menyapu kepala, cukup menyapu sebahagian kecil dari kepala menurut mazhab Syafii. (Menurut mazhab Maliki: harus menyapu seluruh kepala, sedang menurut mazhab Hanafi: cukup menyapu seperempat kepala saja.)
- Membasuh dua kaki mulai dari jari-jari sampai dengan dua mata kaki. Kesemuanya itu dengan menggunakan air.
- Niat, pekerjaan hati dan tidak disebutkan dalam ayat ini tetapi niat itu diharuskan pada setiap ibadah sesuai dengan hadis: إنما الأعمال بالنيات , artinya : "Sesungguhnya segala amalan adalah dengan niat". (H.R. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab)
- Tertib, artinya mengurutkan pekerjaan tersebut di atas sesuai dengan urutan yang disebutkan Tuhan dalam ayat ini. Tertib itu tidak disebutkan dengan jelas di dalam ayat ini tetapi demikianlah Nabi melaksanakannya dan sesuai pula dengan sabdanya yang berbunyi : ابدأو بما بدأ الله, artinya "Kamu mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah." (H.R. An Nasa'i dari Jabir bin Abdillah)
- Ada pun yang selain enam macam itu, seperti membasuh dua kaki, berkumur-kumur adalah sunah hukumnya. Kewajiban wudu ini bukanlah setiap kali hendak mengerjakan salat tetapi wudu itu diwajibkan bagi seorang yang akan salat jika wudu itu sudah batal, sesuai dengan hadis yang berbunyi لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ Allah tidak menerima salah seorang di antara kalian apabila ia berhadas hingga ia berwudu. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
- Keluarnya mani
- Jimak (bersetubuh)
- Haid
- Nifas
- Wiladah (beranak)
- Mati (orang yang hidup wajib memandikan yang mati).
Orang-orang yang berhadas kecil yang wajib berwudu saja, yaitu disebabkan:
- Keluar sesuatu dari lubang buang air kecil dan buang air besar
- Bersentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram, antara keduanya tanpa lapis. (Sebagian ulama seperti mazhab Hanafi berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengan kulit perempuan tidak membatalkan wudu)
- Tidur yang tidak memungkinkan ia tahu jika sekiranya keluar angin dari duburnya
- Hilang akal karena mabuk, gila dan sebagainya
- Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan atau menyentuh lubang pantat f. Murtad (keluar dari agama Islam).
(menurut pendapat yang lain bersentuhan kulit laki-laki dengan wanita itu tidak membatalkan wudu, karena yang dimaksud oleh ayat ini ialah bersetubuh, bukan setiap bersentuhan)
maka wajib bertayamum dengan tanah. Caranya ialah dengan meletakkan kedua belah telapak tangan kepada debu tanah yang bersih lalu disapukan ke muka, kemudian meletakkan lagi kedua telapak tangan ke atas debu tanah yang bersih, lalu telapak tangan yang kiri menyapu tangan kanan mulai dari belakang jari-jari tangan terus ke pergelangan sampai dengan siku dari siku turun ke pergelangan tangan lagi untuk menyempurnakan penyapuan yang belum tersapu, sedang telapak tangan yang sebelah kanan yang berisi debu tanah jangan diganggu untuk disapukan pula ke tangan sebelah kiri dengan cara yang sama seperti menyapu tangan kanan.
Demikianlah cara Nabi bertayamum.
Kemudian pada akhir ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa perintah berwudu dan tayamum bukanlah untuk mempersulit kaum muslimin, akan tetapi untuk menuntun mereka cara-cara bersuci dan untuk menyempurnakan nikmat-Nya, agar kaum muslimin menjadi umat yang bersyukur.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
(Hai orang-orang yang beriman, jika kamu berdiri) maksudnya hendak berdiri (mengerjakan salat) dan kamu sedang berhadas (maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke siku) artinya termasuk siku itu sebagaimana diterangkan dalam sunah (dan sapulah kepalamu) ba berarti melengketkan, jadi lengketkanlah sapuanmu itu kepadanya tanpa mengalirkan air. Dan ini merupakan isim jenis, sehingga dianggap cukup bila telah tercapai sapuan walaupun secara minimal, yaitu dengan disapunya sebagian rambut.
Pendapat ini juga dianut oleh Imam Syafii (dan kakimu) dibaca manshub karena diathafkan kepada aidiyakum; jadi basuhlah tetapi ada pula yang membaca dengan baris di bawah/kasrah dengan diathafkan kepada yang terdekat (sampai dengan kedua mata kaki) artinya termasuk kedua mata kaki itu, sebagaimana diterangkan dalam hadis. Dua mata kaki ialah dua tulang yang tersembul pada setiap pergelangan kaki yang memisah betis dengan tumit. Dan pemisahan di antara tangan dan kaki yang dibasuh dengan rambut yang disapu menunjukkan diharuskannya/wajib berurutan dalam membersihkan anggota wudu itu. Ini juga merupakan pendapat Syafii.
Dari sunah diperoleh keterangan tentang wajibnya berniat seperti halnya ibadah-ibadah lainnya. (Dan jika kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah) maksudnya mandilah (dan apabila sakit) yang akan bertambah parah dengan menyentuh air (atau dalam perjalanan) musafir (atau kamu kembali dari tempat buang air) artinya berhadas (atau menyentuh wanita) hal ini telah dibicarakan dulu pada surah An-Nisa (lalu kamu tidak memperoleh air) yakni setelah mencarinya (maka bertayamumlah) dengan mencari (tanah yang baik) tanah yang bersih (sapulah muka dan tanganmu) beserta kedua siku (dengan tanah itu) dengan dua kali pukulan.
Ba menunjukkan lengket sementara sunah menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah hendaklah sapuan itu meliputi kedua anggota secara keseluruhan (Allah tidaklah hendak menyulitkan kamu) dengan kewajiban-kewajiban berwudu, mandi atau tayamum itu (tetapi Dia hendak menyucikan kamu) dari hadas dan dosa (dan hendak menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu) yakni dengan Islam dengan menerangkan syariat-syariat agama (semoga kamu bersyukur) atas nikmat-Nya itu.
««•»»
O you who believe, when you stand up, that is, when you intend to go, to pray, and you are in [a state of] ritual impurity, wash your faces, and your hands up to the elbows, that is, including them [the elbows], as is clarified in the Sunna; and wipe your heads (the bā’ in bi-ru’ūsikum is for ‘adherence’), that is to say, wipe over [the head] adhering [the hand] closely, without [excessive] water pouring over; the noun [ra’s, ‘head’] is generic, and so the minimum required to fulfil [the stipulation] is acceptable, which is the wiping of some of the hair, as al-Shāfi‘ī asserts); and your feet (read wa-arjulakum in the accusative as a supplement to aydīyakum; or wa-arjulikum in the genitive because of its adjacency to [the genitive] bi-ru’ūsikum), up to the ankles, that is, including them [the ankles], as is clarified in the Sunna, and they are the two protruding bones at the juncture of the legs and the feet. The interposing of the wiping of the head between [the mention of] the hands and the feet, which are washed, is intended to show the requirement of [a specific] order during the purification of these limbs, as al-Shāfi‘ī asserts. In addition, the requirement of making intention (niyya) in this [ablution], as in the other rituals of worship, is taken from the Sunna. If you are defiled, purify, wash, yourselves; but if you are sick, with an illness made worse by water, or on a journey, travelling, or if any of you comes from the privy, that is, [if] he has defecated, or you have touched women (as mentioned already in the verse in [sūrat] al-Nisā’ [Q. 4:43]), and you cannot find water, having made the effort to look for it, then head for, seek, wholesome dust, that is, clean earth, and wipe your faces and your hands, including the elbows, with it, using two strikes (the bā’ of bi-wujūhikum, ‘your faces’, denotes ‘adherence’; it is explained in the Sunna that the requirement here is for the wiping to encompass the whole of these two parts. God does not desire to make any hardship for you, any constraint, in the obligations He has imposed on you with regard to ablution, washing and purification with dust; but He desires to purify you, of filth and sins, and that He may perfect His grace upon you, through Islam, by explaining the laws of the religion; so that you might give thanks, for His graces.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
kik ASBABUN NUZUL klik
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
Imam Bukhari meriwayatkan dari jalur Amr bin Harits dari Abdurrahman bin Qasim dari ayahnya dan dari Siti Aisyah yang menceritakan, "Kalungku telah terjatuh di padang pasir, sedangkan waktu itu kami telah memasuki kawasan Madinah. Kemudian Rasulullah saw. menghentikan (hewan) kendaraannya dan langsung turun; setelah itu beliau meletakkan kepala beliau ke pangkuanku lalu tidur. Sahabat Abu Bakar datang menghadap, kemudian ia memukulku dengan keras seraya berkata, 'Engkau telah menahan banyak orang karena masalah kalungmu.' Kemudian setelah peristiwa itu Nabi saw. bangun dan waktu salat subuh telah masuk, Nabi saw. mencari air (untuk berwudu) akan tetapi beliau tidak menemukannya, lalu turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak mengerjakan salat...' sampai dengan firman-Nya, '...supaya kamu bersyukur.'
(Q.S. Al-Maidah [5]:6).
Usaid bin Hudhair berkata, 'Allah telah memberkati orang-orang oleh sebab keluargamu, hai Abu Bakar!'" Imam Thabrani meriwayatkan dari jalur Ibad bin Abdullah bin Zubair dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan, "Setelah lewat peristiwa tentang hilangnya kalungku, dan setelah berlalu pergunjingan orang-orang tentang peristiwa dusta (al-ifki).
Aku keluar bersama Rasulullah saw. dalam suatu peperangan yang lain, maka terjatuh pula kalungku itu untuk kedua kalinya hingga orang-orang menjadi terhambat perjalanannya karena mencari kalungku itu.
Kemudian Abu Bakar (ayah Siti Aisyah) berkata kepadaku,
'Hai anak perempuan kecilku! Dalam setiap perjalanan engkau selalu menjadi beban dan sumber malapetaka bagi orang-orang.'
Setelah itu Allah menurunkan ayat rukhshah (keringanan) bertayamum
Lalu Abu Bakar berkata kepadaku,
'Sesungguhnya engkau ini wanita yang diberkati.'"
Peringatan
Pertama:
- Imam Bukhari telah mengetengahkan hadis ini dari sumber periwayatan Amr bin Harits di dalam hadis terdapat penjelasan bahwa ayat tayamum yang telah dituturkan di dalam periwayatan selain selain Imam Bukhari adalah ayat surah Al-Maidah.
- Akan tetapi kebanyakan para perawi hadis mengatakan, "Maka turunlah ayat mengenai tayamum," hanya saja mereka tidak menjelaskannya (nama surahnya).
- Dan Ibnu Abdul Bar telah berkata, "Periwayatan mengenai hal ini adalah mu`dhal dan saya tidak bisa menemukan jalan keluar untuk menilainya. Sebab kami tidak mengetahui secara pasti manakah di antara kedua ayat tersebut yang dimaksud oleh Siti Aisyah."
- Tetapi Ibnu Bathal mengatakan bahwa ayat itu adalah ayat surah An-Nisa. Ia mengemukakan alasannya bahwa kalau surah Al-Maidah itu dinamakan ayat wudu sedangkan ayat surah An-Nisa sedikit pun tidak menyinggung masalah wudu, maka oleh karena itu ayat surah An-Nisa ini khusus dinamakan ayat tayamum.
- Dan Al-Wahidi sendiri telah menuturkan hadis ini dalam kitab Asbabun Nuzulnya sewaktu ia menuturkan tentang latar belakang turunnya ayat surah An-Nisa ini. Dan memang tidak diragukan lagi apa yang dipilih oleh Imam Bukhari, bahwa ayat ini adalah ayat surah Al-Maidah adalah pendapat yang benar. Sebab periwayatkan yang dikemukan oleh Imam Bukhari disertai dengan penjelasan mengenainya jalurnya sebagaimana yang telah disebutkan tadi.
- Hadis ini menunjukkan bahwa wudu itu telah diwajibkan atas mereka sebelum turunnya ayat ini. Oleh sebab itu turunnya ayat ini dianggap sebagai suatu peristiwa yang besar mengingat di dalamnya terkandung penjelasan yang membolehkan bersuci tanpa air dan juga mengenai peristiwa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar terhadap Siti Aisyah tadi. Kedua peristiwa itu adalah peristiwa yang besar.
- Ibnu Abdul Bar berkata, "Telah dimaklumi oleh semua pasukan yang ikut berperang bahwa Nabi saw. tidak salat sejak difardukannya kecuali dengan wudu. Tiada seorang pun yang meragukannya kecuali orang yang keras kepala."
- Ibnu Abdul Bar melanjutkan bahwa hikmah dalam penurunan ayat wudu bersama-sama dengan pengamalannya yang didahulukan supaya kefarduannya dibacakan melalui penurunan ayat. Sedangkan selain Ibnu Abdul Bar menyatakan barangkali permulaan ayat wudu diturunkan lebih dahulu bersama-sama dengan fardu wudu kemudian sisanya diturunkan yaitu membahas masalah tayamum seperti dalam kisah ayat ini.
- Menurut saya (Imam Suyuthi) pendapat yang pertama adalah pendapat yang paling tepat sebab sesungguhnya fardu wudu itu bersamaan dengan fardu salat, yaitu di Mekah sedangkan ayat ini (Al-Maidah) madaniah.
•[AYAT 5]•[AYAT 7]•
•[KEMBALI]•
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
Tidak ada komentar:
Posting Komentar